26 August 2004

Masa Lalu

Banyak pencipta lagu yang terinspirasi oleh masa lalu. Ada lagu yang mengenang masa indah dengan teman karib atau pacar tercinta. Ada juga tentang kemalangan hidup. Biar beda temanya, lagu bersyair masa lalu selalu enak didengar dan dikenang.

Satu hal yang dapat ditarik dari kecenderungan manusia mengingat masa lalu adalah kenyataan bahwa masa lalu dapat dikontrol. Artinya, masa lalu yang dilihat dari masa kini sudah beku, diam dan permanen. Karena sifatnya yang tak bergerak-gerak itulah, masa lalu jadi gampang untuk ditafsir ulang, diambil hikmahnya, diberi nilai yang barangkali berguna bagi dirinya untuk, antara lain, memotivasi dirinya menghadapi masa kini dan masa depan.

Tetapi ada juga yang fatal. Masa lalu dijadikan pegangan hidup. Misalnya, di zaman Orde Baru,militer, khususnya Angkatan Darat, sangat kuat dan mereka dapat menjamin keamanan dan kenyamanan penduduknya. Sayangnya, pada masa itu orang non militer jadi tak punya kesempatan mengaktualisasikan dirinya. Sebab jabatan apapun, khususnya di pemerintahan, adalah jatah militer. Jadinya, orang sipil yang belajar mati-matian dari SD hingga kuliah S-3, akan selalu jadi kacung karena pejabat tertingginya militer, walaupun si militer tadi tak punya keahlian babar-blas. Masak iya, mantan jenderal jadi komisaris bank?

Nah ada banyak orang yang ingin keadaan kita saat ini kembali ke masa lalu itu. Alasannya cukup jelas: lelah menghadapi hidup sekarang yang tak pernah jelas juntrungnya. Para politisi terlalu banyak cakap tapi tak mahir bertindak. Rakyat banyak, yah... jadi korban juga. Sebab itu daripada jadi korban masa sekarang yang jelas-jelas tak enak, lebih baik jadi korban Orde Baru tapi bisa makan dan hidup enak...

Jadi kembali ke masa Orba tak fatal dong? .... kelihatannya enggak juga tuh. Duh... manusia memang selalu rindu pada masa lalu. Manusia memang selalu enggan dan takut menghadapi masa depan. Ini adalah masalah mengetahui dan tidak mengetahui.

Situasi ini seperti pacar lama dan pacar baru saja. Kita tentu sudah tahu siapa dan bagaimana pacar lama kita. Dan karena kita sudah tahu, kita juga tahu hal terbaik yang bisa kita berikan ke pacar lama itu dan apa yang harus direncanakan dan bagaimana mewujudkannya. Sementara dengan pacar baru, yang layaknya hal baru, semuanya harus dicoba. Bila gagal, ya sudah, cari yang baru atau kalau mau sedikit sabar, coba lagi, sampai berhasil. Dan bila sudah berhasil, silakan lah cari pacar baru. Atau bertahan seumur hidup dengan pacar itu.

Hidup, dalam konteks ini, adalah avonturir! Seseorang bertambah pengetahuannya karena rasa ingin tahu, dan seseorang bertambah bijak karena ia ragukan kebenaran yang ada dan menciptakan kebenaran bagi dirinya sendiri.

Jadi tak usah sesali masa lalu!

24 August 2004

Bela Diri

Sewaktu SMP saya ditawari untuk ikut pelajaran bela diri. Dari silat, karate, teakwondo, semuanya saya tolak. Saya pikir waktu itu belum tentu pelajaran itu berguna apabila kita menghadapi, misalnya, tawuran sekolah. Saya bilang kepada teman-teman saya, bila keadaan memaksa seseorang membela diri, tak ada orang yang akan ingat teknik berkelahi yang benar. Pokoknya asal hantam saja.

Alasan lain yang tak saya katakan pada mereka adalah saya takut berkelahi. Buat saya adu fisik itu benar-benar tak masuk akal. Lha wong kita punya mulut dan akal, masak iya tak bisa membuat yang bertentangan jadi rukun. Lain hal juga adalah kenyataan bahwa mereka yang sudah memiliki teknik bela diri, cenderung berkeinginan mempraktekan itu. Lain kata, dia akan cari masalah dengan orang dan sesudahnya dia dapat mempraktekan keahliannya itu.

Dan itu benar. Orang yang punya ilmu bela diri pasti akan lebih petantang-petenteng. Dia akan bergaya sok jago. Memang ada yang dengan bijak bertingkah laku seperti orang biasa, tetapi tindak tanduk itu akan ia tampakkan bila sudah berusia banyak. Bagi mereka yang baru memperoleh ilmu bela diri, dapat dipastikan bahwa orang tadi akan bergaya berlebihan.

Mau bukti. Parto anggota kelompok pembanyol Patrio, baru-baru ini menembakkan pistolnya ke langit-langit Planet Hollywood karena jengkel dikerumuni para wartawan. Ia mengaku bahwa dia baru dua bulan memiliki izin kepemilikan pistol dan karena baru, ia gagah-gagahan. Pasti akan lain kejadiannya jika ia tak punya pistol itu kan?


20 August 2004

Buruan Cium Gue

Ini judul film bioskop buatan Indonesia. Sudah dirilis, tapi harus ditarik kembali sebab ada adegan ciuman yang tak disensor.

Yang meminta menarik adalah perwakilan Islam, antaranya Majelis Ulama Indonesia dan Aa Gym. Alasannya adegan tersebut dapat mengajak para anak muda melakukan zina. Akhirnya Lembaga Sensor Film yang tadinya meloloskan film itu, harus mengeluarkan surat pembatalan Surat Lulus Sensor. Si pembuat film, Raam Punjabi, berharap film itu dapat dirilis lagi setelah adegan itu disensor.

Seorang artis, Lola Amaria namanya, mempertanyakan kewibawaan LSF yang sudah meloloskan kemudian menarik film itu. Katanya derajat kepornoan sebuah film sangat tergantung pada si penonton film, bukan tergantung LSF. Sayang dia tak berkomentar mengenai peran perwakilan Islam dalam penarikan film itu.

Lepas dari itu, saya lihat semuanya aneh. Saya yakin LSF merujuk pada film-film lain yang beredar di Indonesia, baik legal maupun illegal, film barat atau lokal, yang sudah terbiasa menawarkan adegan ciuman. Sebab itu, adegan cium di Buruan Cium Gue (BCG) kelihatan biasa-biasa saja. Para anggota LSF sudah terlalu sering menyaksikan adegan yang lebih 'serem' dan ciuman BCD cuma ecek-ecek.

MUI, Aa Gym dan perwakilan lain juga aneh. Kenyataan ciuman sudah jadi kegiatan yang biasa-biasa saja dalam pacaran anak muda sekarang, ternyata jarang sekali mereka komentari dengan demonstratif. Mereka hanya menghimbau semua pihak untuk menahan diri mengumbar adegan-adegan itu padahal sinetron TV juga sudah memuat adegan cium.

Yang lebih aneh lagi, mengapa BCG sekarang jadi isu? Apa sudah tak ada kerjaan lain bagi para ulama itu? Saya Islam, tetapi sungguh saya pikir ulama Indonesia adalah sebuah profesi yang seolah-olah masih berfungsi. Kenyataannya tidak. Mengapa?

Ulama itu bukan hanya memberi nasehat, tetapi yang lebih penting adalah memberi contoh dengan tindak tanduk. Sekarang pertanyaannya: adakah para ulama sekarang sudah memberi contoh bertingkah laku sesuai dengan kaidah agama dan konvensi sosial? Menurut saya tidak. Sebab, makin banyak umat yang hingga kini seperti anak ayam kehilangan induknya. Bagi umat, dari pada mencontek tingkah laku para ulama yang tidak konsisten, lebih baik mencontoh apa yang diajarkan oleh media massa: TV, koran, majalah, radio dan tabloid.

Menurut saya, peran para pemuka agama dalam kasus BCG sepertinya hanya ingin menegaskan mereka masih ada. Setelah peristiwa ini mereka akan diam. Jika masyarakat sudah mulai lupa, mereka akan cari peristiwa yang dapat mereka komentari.

Dengan menulis ini bukannya saya tidak setuju dengan pendapat para pemuka agama itu. Sebaliknya, saya setuju bahwa adegan-adegan tersebut harus dibatasi dalam ruang-ruang tertentu untuk kalangan terbatas. Sebab jika dibiarkan terlalu terbuka, maka semua orang akan berlomba mengumbar hawa nafsunya.

Hanya saja, kenapa koq para ulama tidak pernah berani berkata yang benar itu benar dan yang salah itu salah secara terus menerus dan konsisten. Sungguh amat memilukan....

Semoga keadaan ini cepat berubah!

12 August 2004

Anagram

Adalah keahlian untuk mengotak-atik huruf-huruf dalam satu kata atau kalimat sehingga menghasilkan satu kata atau kalimat baru. Misalnya, kata kasur dapat diolah menjadi rusak. Anagram jadi salah satu kunci yang membuat novel Da Vince Code jadi menarik.

Anagram sendiri katanya datang dari Yunani jaman dulu. Kata anagram sendiri asalnya dari kata Ars Magna, bahasa latin untuk Great Art. Keahlian ini kemudian turun temurun di Eropa, khususnya Spanyol dan Perancis, sebagai sebuah cara menyampaikan informasi rahasia.

Yang ingin saya tekan di sini adalah penggunaan anagram untuk mengenali keadaan kita. Dulu para mahasiswa di tahun 98-an, mengusung Reformasi. Menurut saya, secara praktis reformasi mirip dengan anagram. Maksudnya begini, reformasi terdiri dari kata re dan formasi. Re gampangnya adalah 'lagi', formasi adalah penataan. Reformasi jadi menata lagi. Apa yang ditata? Ya, yang saat itu ada.

Zaman itu ada Golkar, tentara, KKN, rakyat tertindas, DPR impoten. Apabila di reformasi, ya tetap jadi begitu. Mau bukti, ya lihat saja keadaan saat ini. Kesemuanya masih ada. Memang ada tambahan, tetapi tak memberi efek, tuh...

Nah, apabila teknik anagram diterapkan ke keadaan sekeliling kita, sepertinya anagram akan menemui kegagalannya yang pertama. Saat ini ada Megawati, Akbar Tanjung, SBY, Gus Dur, Amin Rais, Islam, Kristen, infiltrasi Asing, Angkatan Darat, Korupsi, Perusakan Alam, Harga BBM, Sembako, Mahal, Kaya, Miskin, dstnya. Nah apabila keseluruhannya disusun jadi satu kata, maka hanya ada satu makna yang tercipta, yakni Payah! Apabila diotak-atik gatuk, a-ha, ternyata orang Jawa juga punya keqhlian beranagram lewat otak-atik-gatuk itu ya...., tetap saja akan menghasilkan makna Payah.

Akhirnya, memang tak ada yang dapat diharapkan dari apa yang kita miliki saat ini.
Payah!!!!

04 August 2004

Sumatra Barat

Setiap kali saya menyebut propinsi ini saya langsung teringat pada kejeniusan orang-orang sebagaimana dikisahkan dalam pertandingan adu kerbau melawan orang Jawa. Juga selalu mengidentikan dengan tokoh-tokoh cerdik pandai yang berjuang di masa penjajahan Belanda. Apabila didaftar, mungkin Sumatra Barat memiliki orang-orang berpengaruh paling banyak di jajaran petinggi negara.

Sumatra Barat juga adalah identik dengan agama Islam. Mereka adalah salah satu pemangku ajaran Islam paling ketat dan cerdas. Segala urusan sosial diberi nilai keislaman. Tapi itu dulu....

Sekarang, anggota DPRD Sumatra Barat dan Kota Padang adalah tersangka penggelapan uang negara. Ini adalah bukti bawah orang Sumatra Barat sekarang (mohon maaf bagi orang yang berentnis Sumatra Barat) tidak secerdas nenek moyang mereka, dan juga tak setaat para pemuka agama mereka. Mereka telah mengabaikan pentingnya belajar dan bermanfaatnya taat beragama.

Kasus terakhir adalah pengusiran penghuni panti Dhuafa. Ceritanya adalah ada sekelompok orang yang merelakan diri mengasush para anak orang miskin. Ketika bertambang banyak, mereka meminta izin untuk menggunakan sebuah bangunan milik pemerintah provinsi setempat untuk digunakan sebagai tempat tinggal dan belajar. Pemprov mengizinkan asalkan apabila pemprov memerlukan bangunan tersebut, maka pengasuh panti Dhuafa itu harus mengembalikannya.

Beberapa waktu lalu pemprov memerlukan gedung itu, entah untuk keperluan apa, dan meminta pengasuh panti mengosongkan panti itu. Sampai waktu yang ditentukan, pengasuh tak dapat mencari tempat lain sehingga memaksa para penghuni panti tetap tinggal di gedung tadi. Mengetahui ini, pemprov mengirim Satuan Polisi Pamong Praja mengosongkan gedung. Caranya, ya.... agak tidak beradab lah... Bahkan mereka terlibat lempar batu dengan para siswa yang tak bisa masuk gedung untuk bersekolah. Ini adalah ironi...... apalagi terjadi di Sumatra Barat saat ini.

Secara hukum, pemprov benar dan pengasuh panti salah. Secara adat, pemprov yang salah. Sayangnya adat yang mengatur hal ini sepertinya tak berjalan lagi, atau, semoga saja, belum berjalan lagi. Yang terjadi adalah keanehan. Sesuatu yang kontradiktif dengan sejarah Sumatra Barat yang cendekia dan beragama Islam dengan baik.

Sebenarnya, yang benar itu yang mana sih....... saya bingung!