20 August 2004

Buruan Cium Gue

Ini judul film bioskop buatan Indonesia. Sudah dirilis, tapi harus ditarik kembali sebab ada adegan ciuman yang tak disensor.

Yang meminta menarik adalah perwakilan Islam, antaranya Majelis Ulama Indonesia dan Aa Gym. Alasannya adegan tersebut dapat mengajak para anak muda melakukan zina. Akhirnya Lembaga Sensor Film yang tadinya meloloskan film itu, harus mengeluarkan surat pembatalan Surat Lulus Sensor. Si pembuat film, Raam Punjabi, berharap film itu dapat dirilis lagi setelah adegan itu disensor.

Seorang artis, Lola Amaria namanya, mempertanyakan kewibawaan LSF yang sudah meloloskan kemudian menarik film itu. Katanya derajat kepornoan sebuah film sangat tergantung pada si penonton film, bukan tergantung LSF. Sayang dia tak berkomentar mengenai peran perwakilan Islam dalam penarikan film itu.

Lepas dari itu, saya lihat semuanya aneh. Saya yakin LSF merujuk pada film-film lain yang beredar di Indonesia, baik legal maupun illegal, film barat atau lokal, yang sudah terbiasa menawarkan adegan ciuman. Sebab itu, adegan cium di Buruan Cium Gue (BCG) kelihatan biasa-biasa saja. Para anggota LSF sudah terlalu sering menyaksikan adegan yang lebih 'serem' dan ciuman BCD cuma ecek-ecek.

MUI, Aa Gym dan perwakilan lain juga aneh. Kenyataan ciuman sudah jadi kegiatan yang biasa-biasa saja dalam pacaran anak muda sekarang, ternyata jarang sekali mereka komentari dengan demonstratif. Mereka hanya menghimbau semua pihak untuk menahan diri mengumbar adegan-adegan itu padahal sinetron TV juga sudah memuat adegan cium.

Yang lebih aneh lagi, mengapa BCG sekarang jadi isu? Apa sudah tak ada kerjaan lain bagi para ulama itu? Saya Islam, tetapi sungguh saya pikir ulama Indonesia adalah sebuah profesi yang seolah-olah masih berfungsi. Kenyataannya tidak. Mengapa?

Ulama itu bukan hanya memberi nasehat, tetapi yang lebih penting adalah memberi contoh dengan tindak tanduk. Sekarang pertanyaannya: adakah para ulama sekarang sudah memberi contoh bertingkah laku sesuai dengan kaidah agama dan konvensi sosial? Menurut saya tidak. Sebab, makin banyak umat yang hingga kini seperti anak ayam kehilangan induknya. Bagi umat, dari pada mencontek tingkah laku para ulama yang tidak konsisten, lebih baik mencontoh apa yang diajarkan oleh media massa: TV, koran, majalah, radio dan tabloid.

Menurut saya, peran para pemuka agama dalam kasus BCG sepertinya hanya ingin menegaskan mereka masih ada. Setelah peristiwa ini mereka akan diam. Jika masyarakat sudah mulai lupa, mereka akan cari peristiwa yang dapat mereka komentari.

Dengan menulis ini bukannya saya tidak setuju dengan pendapat para pemuka agama itu. Sebaliknya, saya setuju bahwa adegan-adegan tersebut harus dibatasi dalam ruang-ruang tertentu untuk kalangan terbatas. Sebab jika dibiarkan terlalu terbuka, maka semua orang akan berlomba mengumbar hawa nafsunya.

Hanya saja, kenapa koq para ulama tidak pernah berani berkata yang benar itu benar dan yang salah itu salah secara terus menerus dan konsisten. Sungguh amat memilukan....

Semoga keadaan ini cepat berubah!

No comments: