20 March 2012

Penggali Jalan, RAK & CSR

Penggali jalan adalah tenaga kontrak yang diminta perusahaan untuk melubangi jalan agar bisa dipasangi alat yang dimiliki perusahaan yang menyuruhnya. Penggali jalan tugasnya hanya itu, membuka pintu. Dia adalah pioner dalam rangkaian kerja pemasangan infrastruktur, bisa telekomunikasi, listrik atau air minum.

 sumber: http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2011/11/18/67034/galian_pipa_limbah/#.T9Az0MXy0Vk

Kemampuan dasar penggali jalan adalah bisa menguasai alat-alat penggalian: pacul, linggis, sekop. Dan memiliki keahlian ekstra seperti mekanisme pemboran tanah sederhana. Penggali jalan adalah pelaksana. Dia tidak perlu memiliki kemampuan komunikasi atau kemampuan lansekap.Pokoknya, dia tidak tahu hal lain selain bahwa tugasnya melubangi jalan. Mau efek galian bikin macet jalan dan saluran air, dia tak peduli. Dia hanya menuruti apa kata mandornya yang menuruti si perancang kerja.

Si perancang adalah perusahaan pemilik fasilitas. Di pundaknya lah seharusnya segala macam efek harus dia tanggung. Jika galian meninggalkan lobang, maka dia wajib menutupnya. Intinya adalah dia bertanggung jawab mengembalikan situasi lahan galian seperti semula, syukur-syukur malah lebih bagus.

Nah, bisakah kita bilang dengan meyakinkan setiap perusahaan yang telah melubangi jalan mengembalikan ke keadaan semula atau bahkan menjadikannya lebih baik? Saya tak bisa, meski saya tahu perusahaan-perusahaan itu mampu jika mau mengasah budi pekerti.

 sumber: http://goodneighborstories.com/2012/02/13/random-acts-of-kindness-week/

Dan budi pekerti seperti inilah yang tengah digelorakan, atau lebih tepatnya, bersemi di lubuk perusahaan kelas dunia. Para pengamat tren perilaku mengenalinya sebagai Random Act of Kindness yang dipraktekan dalam lingkup korporat. Oh ya, RAK itu - kata wikipedia - is a selfless act performed by a person or people wishing to either assist or cheer up an individual person or people. Jadi RAK perusahaan adalah tindakan baik yang tanpa syarat, tanpa rencana. Beda dengan CSR.

Kita pastinya sudah karib dengan istilah CSR itu kan? Nah, CSR sekarang dikelola dengan demikian seriusnya sampai-sampai ia lebih mirip fungsi bisnis inti ketimbang makna orisinalnya: tanggung jawab sosial dari sebuah perusahaan. Banyak perusahaan Indonesia kini memiliki divisi CSR yang dibentuk atas "dorongan pencitraan" bukan bertanggung jawab kepada masyarakatnya.

Itu sebabnya CSR yang biasa kita dengar dan lihat adalah kegiatan rutin, tanpa hati, seromonial, enggak ikhlas. Ini sebabnya, jalan-jalan yang telah dilubangi oleh perusahaan telekomunikasi yang punya profit banyak, tetap berlobang atau ditambal dengan cara yang buruk dan membahayakan pengguna jalan lain. Kasus lebih parah bila yang rusak itu trotoar, memaksa pejalan kaki masuk ke jalan dan membahayakan dirinya.

Dan bagi saya, bukan CSR yang diperlukan saat ini oleh masyarakat Indonesia, tetapi RAK. Jika para perusahaan itu merasa bahwa RAK secara korporasi merugikan, mereka harus lihat kemampuan social media menyalurkan suara tulus masyarakat.




08 March 2012

Telepati


Telepathy (from the Greek τηλε, tele meaning "distant" and πάθη, pathe meaning "affliction, experience"),is the transmission of information from one person to another without using any of our known sensory channels or physical interaction. The term was coined in 1882 by the classical scholar Fredric W. H. Myers, a founder of the Society for Psychical Research and has remained more popular than the more-correct expression thought-transference.

Kutipan di atas dicomot dari Wikipedia. Ringkasan terjemahannya adalah telepati berasal dari kata Yunani: tele dan pathe. Tele berarti jauh, pathe berarti pengalaman. Digabung jadi telepati yang didefinisikan sebagai lalu-lintas informasi dari satu orang ke orang lain tanpa menggunakan saluran sensor yang sudah dikenal, ini berarti bahasa lisan, tulisan, dan interaksi fisik.

 sumber: http://www.crystalinks.com/telepathy.html

Apakah kita bisa telepati? Saya kok cenderung mengatakan bisa, bahkan mahir. Apa buktinya? Lihat saja di jalan raya. Aktivitas telepati berlangsung tiap hari, hamper 24 jam penuh.

Kita bisa dengan mudah melihat kendaraan, baik roda empat atau dua, berbelok tanpa memberikan tanda lampu sein. Kita juga akan dengan mudah mendapati lampu rem kendaraan yang menginformasikan aktivitas  “stop” atau “mengurangi kecepatan” tidak berfungsi.

Ini membuktikan bahwa kita sebagai pengendali kendaraan itu mampu bertelepati. Karena kemampuan ini pula, fasilitas yang disediakan oleh pabrikan mobil dan motor itu, tidak diperlukan lagi.
Jika masih ada yang menggunakan fasilitas lampu sein atau lampu rem, maka artinya si pembawa kendaraan tadi belum sakti dan tidak sepantasnya mengendari kendaraannya di jalan umum.

sumber: http://www.jawaban.com/index.php/news/detail/id/91/news/100727201958/limit/0/Jalur-Lintas-Sepeda-Motor-di-Jakarta-Akan-Dibatasi.html


Demikian.