03 July 2007

Popularity versus Security

Bayangkan, Anda adalah orang terkenal karena status sosial. Dengan posisi itu, Anda punya kuasa yang lumayan besar dan menentukan. Dan semakin Anda terkenal semakin Anda berkuasa. Kekuasaan Anda ada karena keterkenalan, dan keterkenalan akan semakin memperkuat posisi Anda.

Apa yang akan Anda lakukan jika karena sesuatu dan lain hal keterkenalan Anda berkurang, baik akibat perbuatan sendiri maupun perbuatan orang lain. Jawaban normalnya adalah Anda akan dengan segala macam cara membuat keterkenalan Anda pulih, syukur-syukur bisa meningkat dan menguat.

Jika aktivitas memulihkan keterkenalan Anda harus mengorbankan orang lain, apakah Anda akan melakukannya? Jika jawaban Anda "mungkin", maka dapat dipastikan Anda bukanlah sosok berkepribadian kuat. Anda harus menjawab "ya", termasuk terhadap pertanyaan, "Apakah Anda siap jika ada orang mati gara-gara keterkenalan Anda?"

Apakah pernah ada kasus seperti ini dalam dunia nyata? Ada, kebanyakan di Amerika Serikat. Di Indonesia juga pernah terjadi. Bahkan peristiwa itu belum lama berselang. Mau tahu?

Itu loh peristiwa pengibaran bendera RMS di depan SBY waktu peringatan Hari Keluarga Nasional di Ambon sana. Peristiwa itu sekarang ramai, perdebatannya di seputar pengamanan Presiden. Ada yang bilang BIN ceroboh, POLRI kebocoran, dan PEMDA yang tak berkoordinasi. Saya menyimpulkan bahwa SBY telah dengan SENGAJA membiarkan pengibaran itu terjadi di depannya supaya popularitasnya meningkat. Lalu mengapa pengibaran RMS? Ya karena dalil umum saja, semakin Anda bisa menonjolkan diri dalam situasi yang rawan, semakin terkenal lah Anda itu. SBY bukan pengecualian!

Bagaimana logikanya? Dulu, ada peringatan SBY diancam akan dibunuh, kalau tidak salah BIN yang melansir isu ini. Artinya, BIN sudah sangat canggih sampai tahu bakal ada yang membunuh SBY. Di kasus bendera RMS, masak iya BIN tidak tahu. Pastinya BIN tahu tentang rencana itu, dan bakan juga tahu bahwa rencana itu TIDAK membahayakan Presiden. Apakah POLRI juga tahu, ya iyalah! Pemda? Ya tahu juga lah...

Singkat kata pengibaran bendera RMS di Ambon itu sepenuhnya adalah rekayasa "tanda-tanda" untuk mempopulerkan SBY. Tak lebih tak kurang.

  • Tanda pertama: Ambon - berkat berita yang simpang siur - adalah wilayah rawan konflik Indonesia. Tentu akan sangat heroik jika Presiden datang ke sana.
  • Tanda kedua: RMS adalah gerombolan yang terkenal karena selalu ingin makar terhadap Indonesia.
  • Tanda ketiga: SBY sendiri - dia adalah perwakilan utuhnya NKRI
Dibuatlah peristiwa yang merangkum tanda tadi: SBY datang ke AMBON terus ada RMS. Tafsirannya ternyata Ambon tidak aman beneran karena ada aksi dari pemberontak di sebuah peristiwa yang notabene harusnya "bersih" dari pengacau. Tafsiran lainnya adalah pihak-pihak koordinator acara tadi membiarkan atraksi kekacauan yang masih dalam kendali pihak keamanan. Asyik kan...

Kita terperdaya oleh pop culture beneran dah...

08 March 2007

tanda

jika bawa mobil atau motor dan ingin berbelok, seharusnya menyalakan lampu sein (benar tak sih tulisannya), itu loh lampu warna kuning yang berkedip-kedip, ke arah yang kita inginkan. Ini dimaksudkan untuk tidak membahayakan diri sendiri dan tentu saja orang lain. Lampu sein adalah tanda yang resiprokal - timbal balik dalam proses pemaknaannya.

saya bawa mobil dan berusaha tidak lupa menyalakan lampu sein apabila ingin berbelok. cuma beberapa kali, lampu sein saya diabaikan oleh pengendara lain, khususnya motor. jadi biar sein kanan menyala, tetap saja ada yang menyalip. pernah saya mengeluarkan tangan saya untuk menegaskan bahwa lampu sein itu saya nyalakan dengan sengaja dan maksudnya pun serius. dan setelah itu, baru deh pengemudi lain percaya kalau saya mau berbelok. fisik, dalam hal ini, masih sangat berperan dalam membantu kita menyatakan keinginan kita.

lampu sein hingga saat ini sih sepertinya hiasan saja, banyak pengemudi yang tidak memfungsikannya. kalaupun dinyalakan, itu baru terjadi hanya beberapa meter dari arah belokan, bahkan sudah berhenti. ini sering dilakukan angkot.

dalam konteks yang lebih besar, banyak sekali fungsi-fungsi alat yang diciptakan untuk memudahkan kita atau menjamin keamanan, tidak digunakan. misalnya handphone canggih 3G, wi-fi, dan lainnya, paling pol dipakai hanya untuk SMS dan bertelepon.

ini juga barangkali yang membuat kecelakan moda transportasi sering terjadi karena beberapa fungsi tidak diteliti kelaikan dan tidak pula digunakan.

kecelakaan-kecelakaan itu adalah sebenarnya juga tanda bagi indonesia, bagi cara hidup kita. tanda-tanda zaman tersebut sejak reformasi 1998, direspon indonesia dengan sangat rasional, menyelesaikan masalah-masalah sosial, politik dan ekonomi. hasilnya, rakyat masih merasakan kesusahan.

masalah masih ada, rasa tidak nyaman dan aman masih berlanjut. mungkin ada baiknya kita mencoba cara non-scientific, yang dulu sering digunakan oleh nenek moyang kita, menanggapi tanda zaman tadi, dengan harapan dapat menyelesaikan masalah.

dibilang klenik, sabodo amat... bilang saja kalau ini adalah local wisdom. karena cara logis sudah tak mempan lagi.

17 January 2007

Januari 2007

Diawali dengan kecelakaan transportasi: laut dan udara. Terus perubahan cuaca yang drastis, hujan seminggu disusul panas hingga 36 derajat celcius. Bencana alam di sana-sini. Kontroversi haji: tidak ada supply makanan waktu jemaah ada di Padang Arafah. Ada lagi kecelakaan kereta api. Terakhir ramai Dewan Revolusi. Jadi ada sekumpulan jenderal pensiunan AD yang katanya tak puas dengan SBY terus bikin gerakan-gerakan. Ada juga flu burung yang semakin meluas penyebarannya.

Bidang ekonomi, katanya suku bunga bank akan turun, banyak dana keluar masuk ke bursa, dan mungkin bisa memicu krisis ekonomi ala 90-an. Konsumsi naik.

Di bidang sosial, tontonan TV makin payah. Pemenang piala Citra FFI kembalikan pialanya sebagai protes ke panitia yang memenangkan film jiplakan dalam musiknya. Mungkin tingkat kejahatan akan naik karena semakin sedikit lahan yang menghasilkan uang dan jumlah penduduk yang semakin banyak.

Di bidang politik lainnya dan ini yang menyebalkan: DPRD sa Indonesia berhasil maksa pemerintah mengeluarkan peraturan yang mengatur tiap pemprov dan pemkan mengalokasikan uang untuk kesejahteraan mereka.

Gila, banyak sekali yang harus diserap oleh masyarakat yang pada saat bersamaan harus bertempur dengan lonjakan harga beras yang drastis sekali, dan memicu kenaikan harga-harga sembako lainnya. Di kalangan masyarakat awam, uang 50.000 semakin tak bernilai ekonomis.

Beberapa hal yang diperkirakan datang: banjir di Jakarta akan besar seperti tahun 2002, karena itu adalah siklus 5 tahunan, kata BMG. Bencana alam lain juga diperkirakan akan muncul bergantian.

Saya pikir, akan banyak sekali uang keluar untuk recovery dan akibatnya konsumsi masyarakat turun, dan harga emang jadi turun, tetapi uang akan semakin sulit dicari.