28 September 2005

Apa ya? Bosan? Mual?

Entah harus merasa apa sekarang menyambut kenaikan harga BBM yang katanya akan naik per 1 Oktober ini. Marah? Ealah ya percuma saja. Dulu kita marah saat Soeharto tidak mau turun-turun juga. Terus kita gembira ketika akhirnya dia memutuskan mengundurkan diri. Walau kemudian agak tidak sreg melihat gantinya. Apalagi kemudia dia membuat kita tidak mengerti, marah dan kecewa saat dia melepaskan Timor Timur.

Untungnya, keadaan agak membaik sedikit. Apalagi si Habibie membuat pemilihan umum yang sangat ramai dan kata orang-orang asing sukses. Kita senang bisa melepaskan kepenatan pikiran dan batin kita. Kendati kemudian kita tidak mengerti, bingung dan ragu saat Gus Dur terpilih jadi presiden.

Pada giliaran berikutnya, kita malah jadi tak tentu arah akibat gaya kepemimpinan dan pernyataan Gus Dur yang dari sudut pandang masyarakat awam tulalit. Agak khawatir muncul saat masa peralihan dari Gus Dur ke Mega. Untungnya Mega dapat membawa negara ini agak stabil kendati sebagian besar masyarakat juga tidak puas.

Kita agak sumringah waktu SBY dipilih jadi presiden. Banyak orang berharap akan terjadinya hal-hal baik selama masa kepemimpinannya. Tetapi kemudian ada tragedi bencana alam amat dahsyat di NAD sana. Kemudian ada krisis energi yang jadi alasan naiknya harga BBM.

Karena itu sangat beralasan untuk tidak merasa apa-apa terhadap situasi saat ini mengingat bahwa seluruh perasaan yang dikeluarkan karena kedekatan emosional dan bernada harapan sudah tertumpah sebelumnya. Yang masih tersisa mungkin bosan dengan segala janji pemerintah. Bahkan sebagian orang - atau mungkin cuma saya - sudah mual dan mau muntah....

Tak ada harapan yang pantas diletakkan pada orang yang berasal dari masa lalu.... karena masa lalu harusnya sudah beku dimakan usia dan jadi tempat berkunjung sekali waktu kala kita rindu. Tapi tak pantas sama sekali jadi cara menjalani hidup!

Mari kita muntah! Sekarang!