29 June 2004

Orang Pintar Dan Korupsi

Cawapres PDIP, Hasyim Muzadi, mengatakan kekayaan negara banyak di korupsi orang pintar (Bisnis Indonesia, 29 Juni 2004). Lengkapnya adalah sebagai berikut: Banyak orang pintar di Indonesia namun pekerjaannya tidak benar karena tidak berakhlaq dan tak beriman, sehingga kekayaan negara banyak dikorupsi. Para orang pintar itu bekerja-sama sehingga korupsi tak bisa diberantas.

Hasyim Muzadi bukan orang pertama yang bilang begitu. Saya mendengar kesimpulan serupa pertama kali dari para transmigran di Kalimantan. Masyarakat pedesaan terpencil di Jawa juga bilang begitu. Jadi, ungkapannya bukan hal baru.

Namum bukan itu yang menarik perhatian. Pernyataan itu akan menarik jika dikaitkan dengan standardisasi nilai Ujian Akhir Nasional (UAN) anak-anak SMP dan SMU. Kisahnya dimulai ketika Depdiknas menetapkan nilai minimum untuk lulus adalah 3.01 kendati para ahli pendidik mengingatkan untuk menetapkan angka yang lebih rendah. Walhasil, para peserta UAN mayoritas hanya bisa menjawab 12 hingga 16 soal dari 40 dan 50. Artinya, nilai rata-rata yang diperoleh kebanyakan peserta UAN adalah 2,01. Akibatnya, lebih dari 70% siswa-siswa itu tak lulus ujian.

Untuk mengatasi ini Depdiknas mengeluarkan aturan standardisasi itu. Maksudnya mereka yang mempunyai nilai rendah, dikatrol sedemikian rupa sehingga mencapai ambang minimal standar kelulusan. Sebaliknya, mereka yang nilainya tinggi diturunkan sedemikan rupa sehingga kelihatan pantas. Artinya, mereka yang memperoleh nilai "cukup" harus turun menjadi "kurang", dan mereka yang bernilai "baik" harus turun menjadi "cukup". Ini semacam subsidi silang bagi mereka yang bernilai "tak lulus" menjadi "kurang".

Banyak yang protes. Khususnya siswa-siswi yang belajar mati-matian untuk lulus. Karena standardisasi ini membuat usaha mereka sia-sia. Sementara di lain pihak, mereka yang tak bekerja keras, malah dikasih bonus. "Sungguh tidak adil!" mereka menjerit.

Adakah ini usaha untuk mendemokratisasi kebodohan? Tujuan, bukan lain, untuk mencegah peyebaran korupsi. Logikanya, karena begitu bodohnya orang Indonesia, sampai tidak bisa berpikir untuk korupsi. Ini mungkin efek lain dari pernyataan Hasyim Muzadi tadi.

Jadi pemberantasan korupsi salah satunya adalah dengan membodohi masyarakat kebanyakan sehingga korupsi tak nampak jadi budaya. Biar korupsi dilakukan oleh orang-orang pintar saja, toh jumlah mereka sedikit, sehingga kelihatannya korupsi hasil dari "oknum" anggota masyarakat.

Negara kita memang benar-benar ajaib!

No comments: