30 June 2004

Gengsi Manusia Unggul

Nietszche (entah ejaaan ini benar apa tidak) berkata seharusnya tujuan hidup setiap insan adalah menjadi overman. Ada yang menterjemahkannya jadi superman. Ada yang lain, saya tak ingat. Yang dia maksud dengan overman adalah ada di jiwanya, rohnya, spirit-nya, manusia yang memiliki the will to power; kehendak untuk kuasa. Kehendak ini bukan berarti seseorang harus menguasai orang lain. Kehendak di sini lebih pantas dipadankan dengan nafsu berkuasa. Dengan memiliki ini seseorang selalu menuntut dirinya untuk menjadi yang terbaik. Cara yang dipakai akhirnya adalah kerja keras. Apabila ada halangan di depannya, misalnya orang atau bahkan konsep, seperti tercermin dalam kebenaran agama atau adat istiadat, dia harus mengatasinya. Apapun resikonya, termasuk menghancurkan persepsi yang sudah tertanam di dalam benaknya. Ini pengertian saya, karena sejujurnya, saya tak yakin saya mengerti seluruh tulisan Nietszche ini; saya pikir saya mengerti sepotong-sepotong saja. Jadi, ya.. harap maklum.

Hanya saja, konsep overman Nietszche memang gampang sekali diartikan sebagai dorongan manusia untuk menguasai orang lain, apapun caranya. Karena dengan memiliki kuasa atas orang lain, orang jadi punya hak untuk menentukan mana yang sah dan mana yang tidak, orang jadi terpandang, dihormati sesama dan memiliki kemungkinan untuk menjadi kaya raya.

Ini yang terjadi di Indonesia. Seiring dengan kekuasaan yang mereka miliki, banyak anggota legislatif yang kerasukan nafsu menjadi kaya. Mau bukti? Baca saja koran....

Persoalan yang perlu ditengok mungkin pada motif mengapa orang cenderung begitu. Menurut saya, kultur Jawa menyumbang gagasan dominan terhadap perilaku ini. Di Jawa, orang yang memiliki kekuasaan HARUS kaya. Jika tidak kaya, maka dia harus cari, bagaimanapun caranya.

Contoh mutahir adalah PP No 37/2006. Peraturan ini akan semakin memperkaya para anggota DPR/D dan memiskinkan rakyat. Lucunya, setelah "agak" sedikit ada keramaian, semua pejabat jadi bingung: siapa sih yang ngeluarin peraturan ini, tak ada yang mengaku dengan jantan. Parpol juga bersuara: ada yang setuju ada yang menolak. Padahal ini kan cuma pura-pura saja. Hare genee siapa yang nolak duit, apalagi politisi!

Dan suara-suara orang protes menjadi kebrisikan biasa saja, yang bakal capai sendiri atau akan diam bila disumpal mulutnya. Di lain pihak, media massa sepertinya tak bernafsu untuk mengangkat isu dengan lebih kontinyu, entah karena alasan malas atau memang ada berita lain yang lebih menarik, misalnya pertengkaran SBY dengan gerombolan pensiuanan TNI AD, yang tidak pernah kehabisan akal dalam merengkuh kekuasaan, bukan untuk menjadi seorang overman, tetapi yaitu tadi: gengsi doang!

Dan sekali lagi, rakyat adalah pihak yang kalah.

No comments: