06 June 2005

Dipenjara Adalah Gaya Hidup

Apa jadinya bila kita, salah satu dari anggota keluarga kita dikenai sanksi; entah itu dari tempat kerja, sekolah, masyarakat atau kepolisian. Bila pun terjadi hal yang tidak diinginkan orang akan berusaha sekuat mungkin untuk menghindarkan sanksi itu tersebar luas di masyarakat.

Karena empati dan tepo seliro, biasanya si pemberi hukumpun akan bersepekat untuk menghindarkan sanksi yang lebih kejam dari masyarakat. Akibatnya aturam main yang selama ini ada jadi tidak diterapkan sepenuhnya dan adil.

Kebiasaan ini secara langsung memberikan kekuasaan yang berlebih kepada aparat penegak hukum. Dia jadi merasa berkuasa dan sebab itu wajar saja bila menerapkan ’harga’ dalam tanggung jawabnya. Lama-lama ini jadi aturan main yang terjadi.

Bentuk lanjut dari evolusi ini adalah aturan main yang seharusnya tidak menakutkan lagi. Tidak bergigi karena ternyata aturan itu bisa dibeli. Aturan bahkan bagi orang yang tidak mampu membeli adalah penghalang. Trik orang-orang berkuasa untuk memperkaya diri. Ada kecenderungan bahwa semakin tidak aturan semakin aman sebuah daerah.

Bahkan dalam beberapa tahun terakhir ini terjadi pergeseran yang amat radikal terhadap anggapan orang mengenai sanksi ini. Dulu sanksi adalah aib dan orang yang terkena berusaha sebisanya menutupi, sekarang sanksi jadi gaya hidup.

Awalnya orang yang tadinya dikenai sanksi tidak bisa tidak harus masuk bui. Terpaksalah mereka mengikuti aturan main itu. Tetapi saat di dalam bui, dia mulai bermain.

Bila harus disel, maka ruang tahanannya ber-AC, TV dan komplit. Alat komunikasi juga boleh, apalagi makanan. Semuanya mungkin asal dia mampu membayar. Ini yang terjadi dengan tahanan kelas kakap, misalnya Tommy Soeharto. Penjara jadi benar-benar tempat untuk relaksasi.

Bahkan nampaknya penjara jadi tempat yang sangat efektif untuk berbisnis karena seorang yang mampu membeli fasilitas penjara ini tidak harus mengikuti ritual-ritual sosial yang melelahkan. Misalnya, di undang Gubernur ke satu acara, eh ndak tahunya harus menyumbang. Belum jatah ini itu.... terlalu banyak dan pemborosan.

Namun sekali lagi, keindahan hidup macam itu hanya akan diperuntukkan bagi mereka yang punya uang. Rakyat miskin jelata yang tak punya identitas dan pengaruh... yang akan memiliki kesengsaraan yang kian membesar seiring waktu.

No comments: