07 October 2004

Jangan iri

Merit sebagai kata benda dapat ditafsirkan sebagai kualitas yang mengagumkan; sebagai kata kerja dia berarti layak atau memiliki nilai tertentu. Sistem merit yang diterapkan Singapura dalam rekrutmen SDM adalah pemilihan individual untuk menempati pos jabatan tertentu sesuai dengan kualitas yang dimiliki dan kepantasan yang dirasa oleh si individu tersebut.

Sehingga, seseorang yang telah bekerja di, misalnya Departemen Pertahanan sejak lulus kuliah, lalu menekuni studi geopolitik serta berbagai keahlian atau pengetahuan lain dan ia mahir serta menguasai apa yang telah ia pelajari, maka dia pantas untuk memperoleh jabatan tertinggi, atau setidaknya penting, di dalam departemen tersebut, dengan fasilitas finansial yang membuatnya nyaman bekerja.

Di Indonesia jaman Orde Baru, sistem merit tidak diterapkan secara menyeluruh. Ada satu dua, tetapi pada umumnya rekrutmen pegawai lebih karena kedekatan seseorang kepada pusat kekuasaan. Istilah yang biasa dipakai adalah patron-client atau hubungan Bapak-anak. Di dalam lembaga kepolisian, ada sistem jendela. Maksudnya, apabila ada seorang polisi yang sering mondar-mandir di luar jendela atasannya, maka ia akan dengan mudah diingat apabila ada promosi jabatan.

Jadi orang-orang yang duduk di jabatan tertentu di dalam pemerintahan saat itu dipilih bukan karena kemampuannya atau karena orang tadi pantas menempati pos itu, melainkan karena tekad dan niat si orang yang ditunjuk untuk patuh dan memperkuat posisi atasannya, baik jabatan ataupun harta bendanya. Gampangnya, selain memberi upeti, seorang bawahan juga harus bersedia pasang badan melindungi atasannya.

Pada jaman itu juga sistem merit juga tidak terjadi di perusahaan swasta nasional. Kekeluargaan, persahabatan, geng adalah mekanisme perekrutan, khususnya untuk posisi-posisi vital dalam usaha tersebut. Ada yang baik, tetapi kebanyakan tidak. Sebab kultur itu ternyata menjalar hingga ke tingkat terendah. Jadi, si pesuruh kantor akan merekrut saudaranya apabila ada lowongan kerja serabutan. Si kepala proyek akan mengajak teman mainnya untuk jadi pelaksana proyek. Dan seterusnya. Walhasil, seluruh perusahaan diurus oleh orang yang kenal satu sama lain di masa sebelumnya.

Akibatnya, pengelolaan perusahaan menjadi tidak sempurna sebab ada ewuh pakewuh, sopan santun, tak enak, dan perasaan personal lainnya. Atau, karena kedekatan ini, pengelolaan perusahaan jadi tidak efisien sebab bila ada penyelewengan, semua bisa diajak bekerja sama.

Dampak lebih lanjut adalah ada orang yang kebagian uang banyak, ada orang yang kebagian sedikit, bahkan ada yang tidak menerima bagian sama sekali. Golongan yang tidak kebagian adalah mereka yang tidak dekat dengan kekuasaan, tidak bersaudara dengan salah satu pejabat yang berkuasa; mereka adalah orang-orang yang terpaksa bekerja keras mencari uang sebanyak-banyanknya dengan cara yang benar. Sebab orang-orang ini tidak memiliki kesempatan melakukan penyelewengan yang menguntungkan dirinya secara finansial. Orang-orang ini bisa jadi lebih mahir dan kompeten dalam pekerjaannya, akan tetapi karena kultur budaya tidak memungkinkan mereka naik pangkat atau memegang jabatan penting, mereka biasanya akan menjadi kacung selama hidupnya. Artinya, dialah sebenarnya yang bekerja, tetapi orang lain yang menikmati hasilnya.

Dapat disimpulkan, apabila sistem merit diberlakukan kepada orang dalam golongan terakhir, maka seharusnya dialah yang memegang jabatan penting dengan gaji yang sepadan dengan kemampuannya itu.

Apakah sekarang sistem merit sudah dapat diterapkan? Belum juga, sebab kultur kedekatan adalah cara yang sudah ada dan dipelihara selama bertahun-tahun oleh berbagai budaya di Indonesia. Sehingga, memerlukan waktu yang teramat lama untuk mengubah pola pikir semacam itu. Bahkan, sejujurnya, pola ini tidak akan pernah lenyap, mengingat bahwa sistem ini ternyata menguntungkan bagi orang yang termasuk di dalamnya. Bagi mereka yang tidak termasuk ke dalam sistem, alih-alih mempromosikan cara baru dalam rekrutmen, mereka justru berusaha masuk ke dalam sistem.

Yang tidak berhasil, jangan iri, kendati sistem itu menyebalkan bukan main. Cara paling tepat adalah membangun pusat kekuasaan sendiri bagaimanapun caranya.

Inilah Indonesia kita!


No comments: